Hai, teman-teman, Teh Nit di sini! 💃
Sejujurnya, kalau bukan karena opname di rumah sakit, mungkin aku nggak akan kepikiran berhenti merokok dalam waktu dekat. Bukan karena nggak mau, tapi ya… kamu tahu sendiri, kan? Rokok itu kek pasangan toxic yang udah lama banget ada dalam hidup. Kamu tahu dia nggak baik buat kamu, tapi tetap aja susah dilepasin.
Tapi ternyata, tubuh punya cara sendiri buat ‘maksa’ kita berhenti sebelum semuanya terlambat.
Aku masuk rumah sakit karena salah satunya masalah lambung yang parah. Selama ini aku pikir asam lambung naik itu cuma efek dari makan telat atau kebanyakan kopi. Ternyata, rokok juga punya peran besar dalam drama ini. Konon salah satu efek nikotin adalah bikin otot di ujung kerongkongan melemah, sehingga asam lambung gampang naik. Hasilnya? Mual, nyeri dada, perut begah, dan tenggorokan terasa terbakar hampir setiap saat.
Ditambah efek karbon monoksida dari rokok yang bikin oksigen dalam darah berkurang, tubuh jadi semakin kacau. Aku inget banget sehari sebelum aku terpaksa merayap ke IGD tuh aku ngabisin sebungkus rokok dalam waktu beberapa jam, dalam kondisi perut lumayan kosong.
Akhirnya, aku opname selama empat hari. Dan selama itu juga, aku terpaksa puasa rokok. Awalnya, aku pikir ini bakal lebih gampang dari yang dibayangkan. “Oh, ternyata bisa, nih. Nggak separah itu, kan?” pikirku.
HAHAHAHA. Naif betul kamu.
Hari 1-4: I was TRAPPED
Empat hari di rumah sakit, nggak ada kesempatan buat nyuri-nyuri ngerokok. Kelilit selang infus dan oksigen, SMOKING AREA YANG JAUH BANGET (ya namanya juga di RS ya bre, udah gitu pasien kan gak boleh keluar dari area ranap), dan badanku sendiri terlalu lemas buat ngeyel.
Nikotin mulai hilang dari sistem tubuh (katanya nikotin hilang dari sistem tubuh kita setelah 48 jam), dan aku mulai merasakan efeknya: kepala sedikit pusing, badan agak lemas, tapi juga napas terasa lebih ringan. Seperti ada sesuatu yang mengendur di dada. Oke bagian ini mungkin karena aku disentor oksigen juga sih selama ranap.
Di titik ini, aku belum benar-benar merasakan sakau yang gila-gilaan, sama sekali. Mungkin karena tubuh juga masih sibuk fokus pulih dari sakit.
Tapi begitu pulang ke rumah, HEHEHE tantangan sebenarnya dimulai.
Hari 5: Welcome to reality
Setelah pulang dari rumah sakit, aku sadar kalau sekarang adalah saat yang paling kritis. No more IV fluids, no more selang infus dan selang oksigen ngelibet, no more tempat tidur adjustable yang enak buat rebahan.
Sekarang aku harus menghadapi realita: hidup tanpa rokok.
And here’s what makes it even more fun: Ada 12 batang rokok di meja kerjaku, sisa sebelum aku masuk RS. masih aku simpan di dompet dan kuletakkan persis di dekat monitor, jadi bisa selalu kulihat. I can reach out and pull one cig anytime I want.
Liat dompet merah? Nah itu sisinya sisa rokok aku dan korek api |
Dan, saudara-saudara, sakau nikotin itu khan maen. Yang kurasakan? Otakku seperti tol Cibubur pukul 7 pagi atau tol Pondok Indah pukul 4 sore. Gak gerak. Lalu mulai craving. Beberapa kali aku berpikir, sebatanglah boleh kali sekali. Apalagi pas balik dari RS tuh aku lagi rada sembelit. Mungkin sambil sebat bisa mendorong pengeluaran, padahal hubungannya ape.
Trivia: Apa yang terjadi di tubuh selama 48 jam pertama kita tidak kena asupan nikotin?
• 20 menit setelah rokok terakhir: Tekanan darah dan detak jantung mulai turun ke level normal.
• 8 jam: Kadar karbon monoksida dalam darah mulai berkurang, oksigen meningkat.
• 24 jam: Risiko serangan jantung mulai menurun.
• 48 jam: Nikotin mulai benar-benar keluar dari tubuh. Indera penciuman dan perasa mulai membaik.
Hari 6: Weird af dreams
Nah, ini yang paling nggak kuduga. Mungkin karena otak lagi ‘proses pembersihan’ dari nikotin ya. Pernah aku mimpi jadi punya warung dan ngamuk-ngamuk karena stok rokok abis. Atau berusaha diem-diem merokok tapi selalu ada aja orang lewat yang bikin aku ketauan, ahelah.
Tapi di luar hal absurd itu, ada satu perubahan yang benar-benar terasa: batuk berkurang drastis. Sebelumnya, aku selalu punya batuk kecil yang datang tanpa aba-aba. Batuk kering yang sering dianggap sepele, apalagi dari ronsen thorax menunjukkan bahwa paru-paruku (nampak) bersih dan baik-baik saja. Tapi kalau dipikir-pikir, bukankah batuk itu sebenarnya alarm dari tubuh?
Dan yang bikin lebih kaget? Aku mulai bisa mencium bau lebih jelas. Sabun, makanan, pasir kucing T_T
Semuanya tiba-tiba punya aroma yang lebih tajam. Satu sisi, ini keren bat. Sisi lain, aku baru sadar kalau banyak hal di sekitar yang sebenarnya BAU BANGET.
Hari 7: It’s only the beginning
Hari ketujuh, craving masih ada, tapi agak lebih terkendali. Aku nggak lagi merasa ingin mengunyah meja atau berantem sama orang random di jalan. Badan masih agak lemas, tapi udah jauh lebih baik daripada hari-hari sebelumnya.
Yang paling bikin senang? Saat ke tempat umum, aku gak perlu gerah-gerahan di smoking area karena harus sebat. Aku bisa duduk di tempat berAC karena gak perlu ngerokok.
Hari 8: Gelisah
Ini hari pertama aku benar-benar ngerasa aneh, ada sesuatu yang hilang.
Gelisah. Itu kata yang paling tepat buat menggambarkan hari ke delapan. Ada dorongan buat “melakukan sesuatu,” tapi aku nggak tahu apa. Biasanya kalau perasaan kayak gini muncul, aku langsung nyalain rokok. Tapi sekarang? Nggak ada escape route itu lagi.
Akhirnya aku coba alihkan ke hal lain: ngemil (jelek banget idenya, aku tahu), membaca, minum teh anget, back to crochet, atau ya gini ini menulis.
Hari 9: Kangen ya
Sekarang, kepala terasa lebih ‘bersih’. Bisa baca artikel panjang tanpa harus ngulang beberapa kali, bisa nonton film tanpa kehilangan plot di tengah jalan.
Tapiiii di sisi lain, ada momen-momen di mana aku merasa, apa ya, sepi? Kangen?
Abis makan, ada keinginan otomatis buat nyari rokok. Saat lagi bengong, tangan masih refleks nyari sesuatu buat dipegang. Lihat orang lain ngerokok, ada rasa iri. Aku bahkan sempat menjauhi meja tempat aku biasa beraktivitas sebelum sakit, karena di meja ini aku pasti ngerokok sambil ngapa-ngapain.
Apakah aku masih kangen rokok? Lumayan kangen. Apakah aku mau balik lagi? Iya ini too early to tell dengan kesibukan yang belum balik ke seperti biasa, tapi untuk saat ini aku berani bilang: sepertinya nggak.
Berdasarkan pengalaman aku berusaha berhenti merokok (rekor 2 tahun) aku tahu ini gak akan jadi perjalanan yang mulus, dan masih bakal ada godaan di minggu-minggu ke depan. Tapi yang jelas, kalau aku udah bisa bertahan semingguan, kenapa nggak lanjut. At least sekarang aku tahu satu hal: SAAT INI, aku lebih kuat dari craving-ku sendiri.
Dan itu, menurutku, adalah kemenangan kecil yang patut dirayakan. Dengan sebat.
GAK, CANDA YA. Aku mau beli esgrim aja.
Semangat teh Nit... yuk bisa yuk... jangan mau kalah sama rokok...
ReplyDeleteMakasiii 🩷
Delete